Memadukan
penanggalan Śaka Jawa yang mempergunakan peredaran matahari dan bulan
sebagai basic perhitungan dan penanggalan Hijriyah Islam yang
mempergunakan peredaran bulan saja sebagai basic perhitungan, pada tahun
1555 Śaka Jawa, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, Raja
Mataram ke-3 yang memerintah pada 1613-1645 Masehi, mengesahkan adanya
kalender baru bagi Tanah Jawa, yaitu Kalender Jawa atau Kalender
Kêjawen. Perhitungan tahun tidak dimulai dari tahun 1, melainkan
meneruskan perhitungan tahun Śaka Jawa yang sudah menginjak tahun 1555.
Ini terjadi tepat pada tahun 1633 Masehi. Sistem perhitungan rumit dan
pelik Śaka Jawa hampir semua di adopsi namun kebanyakan sudah diubah
namanya menjadi nama-nama Arab. Bahkan nama bulan pun juga mempergunakan
nama-nama Arab. Paling kentara adalah penamaan nama hari yang semula
mempergunakan nama Kawi diubah menjadi nama Arab.
1. Radite – Ahad (logat Jawa : Ngahad)
2. Soma – Itsnain (logat Jawa : Sênen)
3. Anggara – Tsalatsah (logat Jawa : Sêlasa)
4. Budha – Arba’ah (logat Jawa : Rêbo)
5. Rêspati – Khomsah (logat Jawa : Kêmis)
6. Sukra – Jama’ah (logat Jawa : Jumngat)
7. Tumpak – Sab’ah (logat Jawa : Sêbtu)
Nama-nama bulan pun juga diubah dari Kawi ke Arab.
1. Warana– Syura (logat Jawa : Sura)
2. Wadana– Shofar (logat Jawa : Sapar)
3. Wijangga– Rabi’ul Awwal/Maulid (logat Jawa : Mulud)
4. Wiyana– Rabi’ul Akhir/Ba’da Maulid (logat Jawa : Bakda Mulud)
5. Widada– Jumadil Awwal (logat Jawa : Jumadilawal)
6. Widarpa– Jumadil Akhir (logat Jawa : Jumadilakir)
7. Wilapa– Rojab (logat Jawa : Rêjêb)
8. Wahana– Arwah (logat Jawa : Ruwah)
9. Wanana– Ramadlan (logat Jawa : Ramêlan/Pasa)
10. Wurana– Syawal (logat Jawa : Sawal)
11. Wujana– Dzulqoidah (diganti Sêla)
12. Wujala– Dzulhijjah (diganti Bêsar)
Masih
banyak nama-nama Kawi diganti menjadi nama Arab yang cenderung Islami,
termasuk pembagian perhitungan waktu dalam Jawa semenjak jaman Buda yang
dibagi menjadi 5 waktu dalam sehari semalam diganti menjadi :
1. Maheśwara diganti Ahmad (logat Jawa : Akmad)
2. Wiṣṇu diganti Jabarail
3. Brahmā diganti Ibrahim
4. Śrī diganti Yusuf(logat Jawa : Yusup)
5. Kāla diganti Izrail(logat Jawa : Ngijrail)
Pendek
kata, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ingin menunjukkan
kepada dunia Islam, khususnya kepada Kekhalifahan Turki Utsmani yang
merupakan pusat Kekhalifahan Islam pada waktu itu bahwa beliau
benar-benar berkomitmen menyebarkan Islam di Tanah Jawa tidak hanya
setengah-setengah. Karena upayanya tersebut, beliau mendapat gelar
Sultan dari penguasa Ka’bah pada 1641 Masehi. Sebelumnya beliau hanya
mempergunakan gelar Kangjêng Susuhunan Prabhu Anyakrakusuma. Kalender
Jawa yang disahkan oleh beliau resmi menjadi kalender Jawa-Islam alias
Kalender Kêjawen. Demikian kenyataan dan faktanya.
Pada
awalnya ketika disahkan, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, dimulai pada
hari Jum’at Lêgi. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Jamngiyah
(Jam’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun.
Masyarakat Jawa menyebutnya Ajugi, maksudnya adalah tahun Alip jatuh
pada hari Jum’at Lêgi.
Pada
1 Sura tahun Alip 1675, dimulai pada hari Kêmis Kliwon. Perhitungan ini
mempergunakan Kurup (Huruf) Kamsiyah (Khamsiyyah) dan akan berlangsung
selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Amiswon,
maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Kêmis Kliwon.
Pada
1 Sura tahun Alip 1795, dimulai pada hari Rêbo Wage. Perhitungan ini
mempergunakan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) dan akan berlangsung
selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Aboge,
maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Rêbo Wage.
Pada
1 Sura tahun Alip 1915, dimulai pada hari Sêlasa Pon. Perhitungan ini
mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) dan akan
berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya
Asapon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Sêlasa Pon.
Masa
kita sekarang telah mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah
(Tsalatsiyyah). Ini berlaku semenjak 19 Oktober 1982 Masehi. Celakanya
di pedesaan Jawa masih banyak yang tidak memahami pergantian Kurup
(Huruf) ini sehingga mereka tetap mempergunakan perhitungan Kurup
(Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) atau Aboge. Hasilnya, semenjak tahun
1915 Jawa atau 1982 Masehi, tanggal 1 Sura di pedesaan akan maju satu
hari. Menjadi kewajiban kita sebagai pemerhati budaya untuk meluruskan
hal ini agar tidak berlarut-larut sehingga menyebabkan adanya kesalahan
fatal dalam perhitungan hari karena kalender Jawa menyangkut dengan
pemilihan hari baik dan buruk.
Sesuai
Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) atau Asapon, tahun baru Sura
atau tanggal 1 Sura tahun Alip 1955 kali ini, jatuh pada hari Sêlasa Pon
atau bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 2021. Yang masih
mempergunakan Aboge tahun baru Sura mempergunakan hari Rêbo Wage tanggal
11 Agustus 2021, dan perhitungan itu salah. Pelurusan perlu digalakkan.
Sugêng warsa enggal Kêjawen
Mugi tansah pinaringan têguh rahayu slamêt tan ana baya-bayane, luput ing sambekala. Tansah satuhu rahayu. Sarwa hayu!
#KiAjarJawadipa
#Iwanpertama
#Iwanpertama
Bogor, 31 Juli 2021 sore (Sudah masuk malam Minggu Wage)
0 komentar:
Posting Komentar